Rabu, 22 Januari 2014

Pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan DO (Dissolved Oxygen)

VII. Perhitungan
Ø  Penentuan V botol winkler
W botol kosong            = 85.51 gram
W botol + air                = 194.98 gram
V botol winkler = (W botol+air) – W botol kosong
                                    = 194.98 gram – 85.51 gram
                                    = 109.47 mL

Ø F =  =  = 0.102 mL

Ø DO0 (ppm)       =
=
= 0.4211 ppm

Ø DO0 blanko         =
= 0.9123 ppm

Ø DO7 (ppm)       =
=
= 0.3509 ppm

Ø  DO7 blanko             =
= 1.4737 ppm

Ø  BOD7               = [(D1 – D2) – (B1 – B2) F] P
= [(0.4211 – 0.3509)ppm – (0.9123 – 1.4737)ppm x 0.102 mL] 10
= 0.6442 ppm


VIII. Pembahasan

            Pada praktikum ini, percobaan yang dilakukan yaitu pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan DO 0 hari serta DO 7 hari (Dissolved Oxygen). Percobaan ini bertujuan untuk menghitung nilai baik BOD maupun DO dari sampel air sawah dekat pabrik dan menentukan apakah air tersebut tercemar atau tidak.
Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air sedangkan angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air.  Melalui kedua cara tersebut dapat ditentukan tingkat pencemaran air lingkungan sedangkan nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Jika BOD suatu air tinggi maka dissolved oxygen (DO) menurun karena oksigen yang terlarut tersebut digunakan oleh bakteri (Mukono, 2006). 
Perlakuan awal pada percobaan ini yaitu menimbang botol winkler kosong dan botol winkler yang telah diisi air untuk mendapatkan volume botol winkler yang sebenarnya. Selama penimbangan, botol winkler harus kering agar volume yang terukur tepat. Selain itu, untuk botol winkler yang digunakan untuk pengujian DO 7 hari, botol harus ditutup dengan tutup botol agar tidak terdapat gelembung udara yang dapat mempengaruhi kandungan oksigen pada sampel.
Kemudian menambahkan larutan MnSO4.H2O dalam botol yang berisi sampel, penambahan MnSO4 ini berfungsi untuk mengikat oksigen menjadi Mn(OH)2 yang kemudian akan teroksidasi menjadi MnO2 berhidrat. Selanjutnya menambahkan larutan alkali-iodida-azida dengan cara yang sama yaitu memasukkan ujung pipet ke dalam larutan agar tidak terjadi percikan dan pereaksi tidak keluar dari botol karena larutan ini sangat beracun. Penambahan pereaksi alkali-iodida-azida ini berfungsi sebagai katalisator karena zat organik sangat sukar bereaksi kemudian larutan di biarkan beberapa saat hingga terbentuk endapan cokelat. Setelah terbentuk endapan cokelat, larutan kemudian dipindahkan kedalam gelas kimia kemudian menambahkan larutan asam sulfat pekat (H2SO4) yang berfungsi untuk melarutkan endapan.
Setelah endapan larut, dilanjutkan dengan menitrasi larutan dengan menggunakan natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga larutan berwarna kuning kemudian menabahkan indikator amilum (kanji) hingga berwarna ungu kehitaman. Indikator kanji ini berfungsi sebagai indikator yang mengikat ion-ion yang ada pada larutan alkali-iodida-azida karena warna ungu kehitaman kompleks pati–iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam  dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. Kemudian titrasi dilanjutkan hingga warna ungu kehitaman itu hilang (Mershaly, 2010).
Selain itu, dilakukan juga titrasi untuk blanko sebagai perbandingan. Setelah perhitungan, didapat kadar DO 0 hari sebesar 0.4211 ppm dan blanko 0.9123 ppm. Kemudian, setelah 7 hari kemudian, dilakukan percobaan untuk DO 7 hari dengan perlakuan yang sama dan didapat kadar DO 7 hari sebesar 0.3509 ppm, blanko 1.4737 ppm, serta BOD 0.6442 ppm.
Metode winkler ini lebih analitis, teliti, dan akurat dalam menganalisi oksigen terlarut (DO) dibandingkan dengan alat DO meter. Namun hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri adalah penentuan titik akhir titrasi, standarisasi larutan, dan penambahan indicator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa (Mershaly, 2010).
Faktor yang mempengaruhi hasil BOD adalah :
·         Sampel biological yang dipakai
·         pH jika tidak dekat dengan aslinya (netral)
·         Temperatur jika selain 200C (680F)
·         Keracunan sampel
·         Waktu inkubasi
Dari hasil pengujian, didapat kadar DO 0 hari dan DO 7 hari yang sangat rendah atau dibawah angka minimum yaitu 0.4211 ppm dan 1.4737 ppm. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah 6 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa sampel air sawah dekat pabrik ini telah tercemar. Rendahnya kadar DO ini bias disebabkan karena adanya kandungan bahan-bahan tertentu dalam air seperti buangan cairan berminyak dan buangan padat (Salmin, 2005).
Sedangkan menurut keputusan Kepmen LH No. KEP-03/MENKLH/II/1991 tentang baku mutu limbah cair untuk golongan 3 BOD maksimum adalah 150 mg/L. Dari hasil percobaan, kadar BOD sampel air sawah dekat pabrik yaitu 0.6442 ppm, menunjukkan angka yang sangat rendah sehingga kadar oksigen yang digunakan mikroorganisme untuk menguraikan zat-zat organic sangat rendah pula. Dari percobaan juga dapat dilihat bahwa kadar BOD lebih tinggi dari DO yang menunjukkan sampel air tercemar karena kandungan oksigennya yang sangat rendah (Salmin, 2005).

IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan terhadap sampel air sawah dekat pabrik, didapatkan hasil :
·        Konsentrasi larutan Na2S2O3 yaitu 0.043 N
·        Kadar DO 0 hari yaitu 0.4211 ppm
·        Kadar DO 7 hari yaitu 0.3509 ppm
·        Kadar BOD yaitu 0.6442 ppm
Dari angka DO dan BOD dapat disimpulkan bahwa sampel itu tersebut tercemar karena kadar BOD yang lebih tinggi dari DO sehingga kandungan oksigen yang digunakan mikroorganisme air untuk menguraikan bahan organic sangat rendah.

Daftar Pustaka
Mershaly. 2010. Laporan Praktikum Kimia Air.
Available at http://mershaly.wordpress.com/2010/01/05/laporan-praktikum-kimia-air/ diakses pada 31/12/2013 pukul 18.10
Mukono, H. J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya. Airlangga University Press.
Mulia, Ricki, M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. Graha Ilmu
Pamudjo,Indro. 2009. Prosedur Praktikum Analisis Kimia Air. Bandung. Poltekkes Depkes.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Osean, Volume XXX, Nomor 3, 2005:21-26.

Kamis, 31 Oktober 2013

Ekstraksi Pelarut


EKSTRAKSI PELARUT

I.    Tanggal Percobaan          : 1 April 2013
II. Tujuan Percobaan            : - Memisahkan logam Ni dari campurannya
denganekstraksi pelarut
-    Menghitung kadar Ni dalam sampel

III. Prinsip Kerja
      Sejumlah kecil Ni dipisahkan dari campurannya dengan teknik ekstraksi pelarut, yaitu mengekstrak Ni dalam bentuk Ni(DMG)2 (Nikel Dimetilglikosin) dari fasa air ke dalam fasa organic (kloroform). Kemudian penentuan kadar Ni dengan metode spektrofotometri dimana kompleks berwarna Ni(DMG)2 dalam kloroform mengikuti hokum Lambert-Beer dalam range konsentrasi yang lebar.

IV. Teori Dasar
Ektraksi pelarut adalah suatu metode pemisahan berdasarkan transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut kedalam pelarut lain yang tidak saling bercampur. Menurut Nerst, zat terlarut akan terdistribusi pada kedua solvent sehingga perbandingan konsentrasi pada kedua solvent tersebut tetap untuk tekanan dan suhu yang tetap (Khopkar, 1990).
Ekstraksi pelarut terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin (Khopkar, 1990).
Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi utama ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ionlogam menggunakan agen pengkelat. Sayangnya beberapa agen pengkelat memiliki keterbatasan kelarutan dalam air atau subyek untuk hidrolisis atau oksidasi udara dalam larutan aqueous. Karena alasan ini agen pengkelat ditambahkan ke pelarut organic sebagai ganti fasa aqueous. Agen pengkelat diekstrak ke fasa aqueous yang reaksinya membentuk kompleks logam-ligan yang stabil dengan ion logam. Kompleks logam-ligan kemudian terekstrak ke fasa organik. Efisiensi ekstraksi ion logam bergantung pada pH (Khopkar, 1990).
Pada umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut organik non polar. Ion logam harus diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan dengan pembentukan kompleks agar ion logam tersebut dapat terekstrak ke dalam pelarut organik non polar. Senyawa kompleks adalah suatu senyawa dimana ion logam bersenyawa dengan ion atau molekul netral yang mempunyai sepasang atau  lebih elektron bebas yang berikatan secara kovalen koordinasi (Effendy, 2007).
Ion logam dalam senyawa kompleks disebut ion pusat, sedangkan ion atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas disebut ligan. Kompleks kelat atau sepit adalah kompleks yang terbentuk apabila ion pusat bersenyawa dengan ligan yang mempunyai dua atau lebih gugus. Banyaknya ikatan kovalen koordinasi yang terjadi antara ligan dengan ion pusat disebut bilangan koordinasi. Pembentukan kompleks oleh ligan bergantung pada kecenderungan untuk mengisi orbital kosong dalam usaha mencapai konfigurasi elektron yang  lebih stabil. Untuk memudahkan ekstraksi maka ion logam yang bermuatan harus dinetralkan oleh ion atau molekul netral menjadi kompleks tidak bermuatan (Khopkar, 1990).
Kompleks kelat merupakan asam lemah (HL) yang terionisasi dalam air dan terdistribusi dalam fase organik dan fase air, serta dengan ion logam dapat membentuk ion kompleks yang netral dan mudah larut dalam fase organik (Day dan Underwood, 1989). Salah satu keuntungan menggunakan agen pengkelat adalah derajat selektifitas tinggi. Efisiensi ekstraksi untuk kation divalent meningkat dari 0-100% disekitar 2 unit pH. lagipula konstanta pembentukan kompleks logam-ligan bervariasi diantara ion logam. Akibatnya, perbedaan signifikan muncul dalam range pH dimana ion logam yang berbeda menaikkan efisiensi ekstraksi dari 0-100% (Day dan Underwood, 1989).
Penentuan kadar nikel dilakukan dengan metode spektrofotometri, dimana diketahui kompleks berwarna Ni(DMG)2 dalam khloroform mengikuti hukum Lambert-Beer dalam range konsentrasi yang lebar. Sebagaimana diketahui warna adalah salah satu kriteria untuk mengidentifikasi suatu objek. Pada analisis spektrokimia spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik (Khopkar, 1990).
Spektrofotometri didefinisikan  suatu metoda analisis kimia berdasarkan pengukuran seberapa banyak  energi radiasi diabsorpsi oleh suatu zat sebagai fungsi panjang gelombang. Agar lebih mudah memahami proses absorpsi tersebut dapat ditunjukkan dari suatu larutan berwarna. Misalnya larutan tembaga sulfat yang  nampak berwarna biru. Sebenarnya larutan ini mengabsorpsi radiasi warna kuning dari cahaya putih dan meneruskan radiasi biru yang tampak oleh mata kita (Arsyad, 1997).
Proses absorpsi ini kemudian dapat dijelaskan bahwa suatu molekul/atom yang mengabsorpsi radiasi akan memanfaatkan energi radiasi tersebut untuk mengadakan eksitasi elektron. Eksitasi ini hanya akan terjadi bila energi radiasi yang diperlukan sesuai dengan perbedaan tingkat energi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi dan sifatnya karakteristik (Khopkar, 1990).

I.    Pembahasan
      Ekstraksi pelarut merupakan metode pemisahan berdasarkan transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut ke dalam pelarut lain yang tidak saling bercampur, dimana pada percobaan ini bertujuan untuk memisahkan logam Ni dari campurannya dengan ekstraksi pelarut dan menentukan kadar Ni dalam sampel dengan metode spektrofotometri.
      Ni merupakan ion logam yang tidak dapat larut dalam senyawa non polar. Oleh karena itu, Ni diubah menjadi senyawa non polar dengan cara membentuknya menjadi senyawa kelat. Agen pengkelat yang digunakan pada percobaan ini adalah Dimetilglikosin (DMG). Ion logam Ni2+ dijadikan kompleks terlebih dahulu dengan DMG menjadi senyawa kompleks Ni(DMG)2 agar dapat terekstraksi ke fasa organic yang kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm.
      Pada awalnya, membuat larutan standard dan preparasi sampel terlebih dahulu sebelum dilakukan ekstraksi.Larutan standar utama di buat dengan melarutkan Kristal NiSO4.6H2O ke dalam larutan HNO3 6M.kemudian ditambah dengan NaOH 4M dan CH3COOH, barulah di encerkan ke dalam labu ukur 100 mL.
      Kemudian pada proses ekstraksi, larutan standar dengan volume yang bervariasi yaitu 0,5 mL, 0,1 mL, 1 mL, dan 1,5 mL di masukkan ke dalam tabung reaksi. Begitu pula dengan larutan sampel dan blanko. Kemudian setiap larutan ditambah 0,5 gram Na-tatrat, pada saat penambahan ini semua larutan larut dan berwarna putih keruh. Penambahan Na-tatrat ini berfungsi untuk membentuk kompleks dengan Fe (III) yang ada di dalam campurannya.Kemudian ditambah 5 mL larutan buffer asetat, Natrium Tiosulfat, dan Hidroksilamin HCl 1%.Fungsi penambahan buffer asetat yaitu untuk membuat suasana larutan menjadi sedikit asam karena Ni2+ membentuk kompleks dengan DMG pada suasana sedikit asam atau tepat basa. Penambahan Natrium Tiosulfat sebelum ekstraksi berfungsi untuk membentuk kompleks anionic Cu(S2O3)2-yang tidak terekstrak ke dalam kloroform. Lalu, hidroksilamin HCl ditambhakna untuk mencegah oksidasi Ni(DMG)2 menjadi kompleks Ni dengan DMG yang berbeda spectrum absorbansinya.Semua sampel pada penambahan bahan tidak mengalami perubahan.Namun ketika ditambah dengan DMG 1% masing-masing volume larutan berbeda pengamatannya. 0,1 mL larutan standar larutannya berwarna kuning, 0,5 mL larutan standar larutannya berwarna jingga, 1 mL larutan standar larutannya berwarna merah muda, dan 1,5 mL larutan standar larutannya berwarna merah. Terakhir yaitu di ekstraksi dengan kloroform, semua larutan terbentuk 2 fasa. Pada 0,1 mL fasa atasnya berwarna putih, fasa bawah larutan agak kuning. Pada 0,5 mL fasa atasnya berwarna putih, fasa bawahnya larutan kuning. Pada 1 mL fasa atasnya larutan putih, fasa bawahnya larutan agak jingga. Pada 1,5 mL fasa atasnya larutan putih, dan fasa bawahnya larutan merah. Pada larutan sampel, setelah di tambah DMG larutan berwarna merah muda, dan setelah diekstraksi dengan kloroform terbantuk 2 fasa dengan fasa atasnya putih dan fasa bawahnya kuning bening.Pada blanko dengan aquadest, setelah ditambah DMG larutan menjadi putih keruh, dan setelah diekstraksi dengan kloroform terbentuk 2 fasa dengan fasa atas putih keruh dan fasa bawah tidak berwarna.Percobaan ini tidak dilakukan penyaringan karena antara fasa atas dan bawah tidak tercampur dan fasa bawahnya masih mudah di ambil dengan menggunakan pipet tetes.
      Kemudian, setiap larutan di ukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer.Dimana larutan fasa bawahnya di ambil dan dimasukkan ke dalam kuvet.Senyawa kompleks yang terbentuk ke dalam fasa organic  ini selain Ni(DMG)2 yaitu senyawa kompleks Cu dan Fe. Panjang gelombang yang digunakan adalah 420 nm karena pada panjang gelombang ini spesifik untuk menyerap cahaya yang ditimbulkan oleh senyawa kompleks Ni(DMG)2 dan cahaya dari senyawa kompleks lain itu tidak dapat diserap.
      Setelah di ukur dengan spektrofotometer, didapat absorbansinya yaitu pada sampel = 0,443, blanko = 0, larutan standar 0,1 mL = 0,023, larutan standar 0,5 mL = 0,021, larutan standar 1 mL = 0,262, dan larutan standar 1,5 mL = 0,495. Setalah perhitungan, di dapat kadar Ni dalam sampel sebesar 8,66%.

II. Kesimpulan
-  Logam Ni dapat dipisahkan dengan menggunakan pelarut kloroform dengan membentuk kompleks Ni(DMG)2 berwarna merah muda.
-  Kadar Ni dalam 0,1 gram sampel adalah 8,66% atau 0,00866 gram.

Daftar Pustaka
Arsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta. Gramedia
Effendy. 2007. Kimia Koordinasi. Malang. Bayumedia
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. UI Press
Tim Penyusun. 2013. Modul Praktikum Kimia Analitik II. Bandung
Underwood, A. L dan Day, R. A. 1989.Analisis Kimia Kuantitatif edisi Kelima. Jakarta. Erlangga