VII. Perhitungan
Ø Penentuan
V botol winkler
W botol kosong = 85.51 gram
W botol + air = 194.98 gram
V botol winkler = (W botol+air) – W botol kosong
= 194.98 gram – 85.51 gram
= 109.47 mL
Ø F =
=
= 0.102 mL


Ø DO0
(ppm) =


= 

= 0.4211 ppm
Ø DO0
blanko = 

= 0.9123 ppm
Ø DO7
(ppm) = 

= 

= 0.3509 ppm
Ø DO7
blanko = 

=
1.4737 ppm
Ø BOD7
= [(D1 – D2)
– (B1 – B2) F] P
= [(0.4211 – 0.3509)ppm – (0.9123 –
1.4737)ppm x 0.102 mL] 10
= 0.6442 ppm
VIII.
Pembahasan
Pada praktikum ini, percobaan yang
dilakukan yaitu pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan DO 0 hari serta
DO 7 hari (Dissolved Oxygen). Percobaan ini bertujuan untuk menghitung nilai
baik BOD maupun DO dari sampel air sawah dekat pabrik dan menentukan apakah air
tersebut tercemar atau tidak.
Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau
Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba
mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di
dalam air sedangkan angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organik yang
terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air. Melalui kedua
cara tersebut dapat ditentukan tingkat pencemaran air lingkungan sedangkan nilai DO yang biasanya
diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu
badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut
memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui
bahwa air tersebut telah tercemar. Jika BOD suatu air tinggi maka
dissolved oxygen (DO) menurun karena oksigen yang terlarut tersebut digunakan
oleh bakteri (Mukono,
2006).
Perlakuan awal pada percobaan ini
yaitu menimbang botol winkler kosong dan botol winkler yang telah diisi air
untuk mendapatkan volume botol winkler yang sebenarnya. Selama penimbangan,
botol winkler harus kering agar volume yang terukur tepat. Selain itu, untuk
botol winkler yang digunakan untuk pengujian DO 7 hari, botol harus ditutup
dengan tutup botol agar tidak terdapat gelembung udara yang dapat mempengaruhi
kandungan oksigen pada sampel.
Kemudian
menambahkan larutan MnSO4.H2O dalam botol yang berisi sampel,
penambahan MnSO4 ini berfungsi untuk mengikat oksigen
menjadi Mn(OH)2 yang kemudian akan teroksidasi menjadi MnO2 berhidrat.
Selanjutnya menambahkan larutan alkali-iodida-azida dengan cara yang sama yaitu
memasukkan ujung pipet ke dalam larutan agar tidak terjadi percikan dan
pereaksi tidak keluar dari botol karena larutan ini sangat beracun. Penambahan
pereaksi alkali-iodida-azida ini berfungsi sebagai katalisator karena zat
organik sangat sukar bereaksi kemudian larutan di biarkan beberapa saat hingga
terbentuk endapan cokelat. Setelah terbentuk endapan cokelat, larutan kemudian
dipindahkan kedalam gelas
kimia kemudian menambahkan larutan asam sulfat pekat (H2SO4) yang
berfungsi untuk melarutkan endapan.
Setelah endapan
larut, dilanjutkan dengan menitrasi larutan dengan menggunakan natrium
tiosulfat (Na2S2O3) hingga larutan berwarna
kuning kemudian menabahkan indikator amilum (kanji) hingga berwarna ungu kehitaman. Indikator kanji ini
berfungsi sebagai indikator yang mengikat ion-ion yang ada pada larutan
alkali-iodida-azida karena warna ungu kehitaman kompleks pati–iod berperan sebagai uji
kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit
asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya
ion iodida. Kemudian
titrasi dilanjutkan hingga warna ungu kehitaman itu hilang (Mershaly, 2010).
Selain itu, dilakukan juga titrasi
untuk blanko sebagai perbandingan. Setelah perhitungan, didapat kadar DO 0 hari
sebesar 0.4211 ppm dan blanko 0.9123 ppm. Kemudian, setelah 7 hari kemudian,
dilakukan percobaan untuk DO 7 hari dengan perlakuan yang sama dan didapat
kadar DO 7 hari sebesar 0.3509 ppm, blanko 1.4737 ppm, serta BOD 0.6442 ppm.
Metode
winkler ini lebih analitis, teliti, dan akurat dalam menganalisi oksigen
terlarut (DO) dibandingkan dengan alat DO meter. Namun hal yang perlu
diperhatikan dalam titrasi iodometri adalah penentuan titik akhir titrasi,
standarisasi larutan, dan penambahan indicator amilumnya. Dengan
mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi secara analitis, akan
diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO
meter, harus diperhatikan
suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa (Mershaly, 2010).
Faktor yang mempengaruhi hasil BOD adalah :
·
Sampel
biological yang dipakai
·
pH
jika tidak dekat dengan aslinya (netral)
·
Temperatur
jika selain 200C (680F)
·
Keracunan
sampel
·
Waktu
inkubasi
Dari
hasil pengujian, didapat kadar DO 0 hari dan DO 7 hari yang sangat rendah atau
dibawah angka minimum yaitu 0.4211 ppm dan 1.4737 ppm. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah
6 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa sampel air sawah dekat pabrik ini telah
tercemar. Rendahnya kadar DO ini bias disebabkan karena adanya kandungan
bahan-bahan tertentu dalam air seperti buangan cairan berminyak dan buangan
padat (Salmin, 2005).
Sedangkan
menurut keputusan Kepmen LH No. KEP-03/MENKLH/II/1991 tentang baku mutu limbah cair untuk golongan 3 BOD maksimum adalah
150 mg/L. Dari hasil percobaan, kadar BOD sampel air sawah dekat pabrik yaitu
0.6442 ppm, menunjukkan angka yang sangat rendah sehingga kadar oksigen yang
digunakan mikroorganisme untuk menguraikan zat-zat organic sangat rendah pula.
Dari percobaan juga dapat dilihat bahwa kadar BOD lebih tinggi dari DO yang
menunjukkan sampel air tercemar karena kandungan oksigennya yang sangat rendah
(Salmin, 2005).
IX.
Kesimpulan
Berdasarkan
percobaan terhadap sampel air sawah dekat pabrik, didapatkan hasil :
·
Konsentrasi larutan Na2S2O3
yaitu 0.043 N
·
Kadar DO 0 hari yaitu 0.4211 ppm
·
Kadar DO 7 hari yaitu 0.3509 ppm
·
Kadar BOD yaitu 0.6442 ppm
Dari angka DO dan BOD dapat
disimpulkan bahwa sampel itu tersebut tercemar karena kadar BOD yang lebih tinggi dari DO
sehingga kandungan oksigen yang digunakan mikroorganisme air untuk menguraikan
bahan organic sangat rendah.
Daftar Pustaka
Mershaly.
2010. Laporan Praktikum Kimia Air.
Available at http://mershaly.wordpress.com/2010/01/05/laporan-praktikum-kimia-air/
diakses pada 31/12/2013 pukul 18.10
Mukono,
H. J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan
Lingkungan. Surabaya. Airlangga University Press.
Mulia, Ricki, M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. Graha
Ilmu
Pamudjo,Indro. 2009. Prosedur Praktikum Analisis Kimia Air.
Bandung. Poltekkes Depkes.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah
Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Osean, Volume XXX, Nomor
3, 2005:21-26.